Merangkak di Perbatasan

/
0 Comments


Dalam kondisi bagaimanapun, bumi ini adalah penganut dari faham relativitas yang mutlak, yang telak.  Kejadian-kejadiannya, sapaan-sapaan alamnya, pergerakan-pergerakan anggotanya; pergeseran lapisan tanahnya, menaik-turunnya gelombang dengan kawalan yang beriringan dari buih yang tak terhingga bilangannya, pusaran-pusaran anginnya karena ulah beda pendapat tekanannya, kesemuanya adalah ulah masa ke masa bumi ini, yang telah diterjemahkan oleh penghuninya lewat buah pikirannya.  Tentu saja oleh obyek yang memiliki cita rasa dalam berpikir, menuai sejumlah kejadian itu dalam kalkulasi-kalkulasi, yang digeneralisasikan, diurut-urutkan, diberikan bagan-bagan untuk pembagiannya, dan pada terminal terakhirnya adalah suatu komitmen bersama, dengan sejumlah pertimbangan, tentang hasil yang didapatkan.

Dengan sejumlah pertimbangan, berarti terdapat selain dari sejumlah itu yang tidak termaktub dalam pertimbangan.  Dalam hal ini, unsur absolutisme sudah ndak nyampe' untuk bertepuk-tangan, menghentakkan kaki ataupun memperdengarkan yel-yel keunsurannya; terdapat di sela-selanya lambaian bendera-bendera kecil relativisme.  Dengan menyandarkan kepada unsur kelahiran perlawanan kata 'ada dan tidak ada', unsur relativisme lebih mempertegas posisi berdirinya, dan bendera kecilnya bertambah kibarannya.  Dalam pergerakan-pergerakan selanjutnya, untuk berusaha mempertahankan ritme dinamika tingkah-laku bumi, maka unsur relativisme serta absolutisme sama-sama membagi lahan yang sama untuk dijelajahi dan dijejaki oleh alur pemikiran penduduk bumi, untuk diterjemahkan ke dalam pemaknaan para penghuni tersebut berdasarkan ruang dan waktu mereka, untuk mengukuhkan pemanfaatan maksimal bagi kehidupan yang mereka rangkai, bagi progresivitas kebudayaan mereka.

Disinilah, titik pangkal segala sesuatu diterjemahkan, dari kejadian-kejadian di bumi ini, hingga melebar ke luar dari bumi ini.  Titik pangkal yang menghendaki hadirnya pengawalan unsur relativisme bersama absolutisme, dalam menggunakan dan mencapai relevansi maksimal dari alur-alur pikiran penghuni bumi, yang sejalan untuk tetap survive, dan membangun kebudayaannya dalam sekat ruang dan waktu.

'Kebenaran berlaku hanyalah apabila diletakkan pada maqam yang juga benar' (Emha Ainun Nadjib, "Seribu Masjid Satu Jumlahnya")

Enjoy your coffee!

Riad
Arsip / 1995 (tanpa tanggal)



You may also like