Bermula dari Titik dan Koma (2/2)

/
0 Comments


Apakah biasa dan lumrah didengar saat seorang yang ingin menyelesaikan suatu masalah berdasarkan argumen/model hasil pikirannya, namun disisi lain terdapat model hasil pikiran lain, berkata: "Titik!  Itu pendapat saya!"? Saya rasa ini pengalaman setidaknya pernah dialami sebagian besar dari kita; kenapa begitu optimis bahwa "sebagian besar dari kita" pernah merasakan?  Statistik apa pula yang mendukung optimisme ini?

Begini.  Setiap hari perubahan selalu terjadi.   Satu-satunya yang tidak pernah berubah adalah "perubahan"; begitulah sering dikutip ketika membaca literatur-literatur mengenai (manajemen) perubahan.  Perubahan menimbulkan masalah apabila perubahan tidak diantisipasi.  Jikapun diantisipasi, perubahan menimbulkan catatan-catatan terhadap kepastian yang sudah didefinisikan atau ditandai dengan sangat baik.  Jika menimbulkan masalah, atau minimal memberikan catatan-catatan, yang dilakukan adalah mencari cara untuk menyesuaikan terhadap kondisi sebelumnya.  Penyesuaian itu butuh pendapat, pikiran, ataupun model untuk menjalankan prosesnya (yakni: proses penyesuaian).  Dan pendapat, pikiran, ataupun model tersebut pada awalnya merupakan proposisi yang kemudian dipertemukan dalam lalu-lintas penawaran pendapat, pikiran, ataupun model.  Lalu-lintas tersebut, pada akhirnya akan mengerucut pada setiap personal yang terlibat (individu yang memberikan-pendapat, yang memikirkan, atau yang memodelkan) dalam bentuk 'pendapat diterima' (yang merupakan sekumpulan-terseleksi-secara-sengaja dari lalu lintas pendapat yang ditawarkan) dalam kerangka pikir individu tersebut, atau dalam bentuk lain: 'pendapat ditolak'.  Jika lalu-lintas penawaran pendapat kepadatannya tinggi (atau banyak pendapat yang muncul), dengan timing yang ketat (urgensi), dan beberapa karakter lingkungan masa kini lainnya, maka pada 'ruang' inilah bisa muncul perkataan: "Titik! Itu pendapat saya!".



Apa hubungannya 'titik' pada 'ruang' ciptaan di atas?  Pertama:  'titik' adalah konsekuensi dari terjadinya perubahan; tapi bisa jadi  'titik'  bukan untuk merespon perubahan itu sendiri.   'Titik'  merespon proses perubahan, dan berperan untuk menentukan akhir dari proses tersebut.  Bagaimana mungkin  'titik'  menentukan itu?   'Titik'  berfungsi sebagai penutup kata atau sekumpulan kata sehingga menjadi satu kalimat.  Satu kalimat merupakan ekspresi dari satu tema; satu kalimat membangun kerangka pikir. Dengan satu  'titik' maka satu pesan, pemahaman, kerangka pikir dari seseorang dapat dibaca, diketahui, dan dimengerti.  Dengan  'titik' beragam macam kerangka pikir ditandai dan lalu digolongkan/dikelompokkan.  Sehingga dengan  'titik' perbedaan dapat didefinisikan jika muncul lebih dari satu golongan atau kelompok kerangka-pikir.  Dan dengan  'titik', pada akhirnya, dalam konteks 'ruang' seperti diuraikan di atas, maka satu atau lebih golongan diantara beberapa golongan yang saling berinteraksi, akan menggunakan karakter 'titik' untuk menegaskan 'kalimat' dari golongannya, dengan mengatakan: "Titik! Ini pendapat saya!".

Apakah dengan "Titik! ini pendapat saya!", maka  'titik' dari golongan tersebut akan menghilangkan semua  'titik'  dari golongan lainnya?  Sebenarnya,  'titik' mencari pasangannya: 'koma'.  Dan memang sudah menjadi takdirnya  'titik' untuk terus mencari pasangannya; apalagi dimasa-masa sekarang yang serba tidak pasti (Giddens, dalam "Jalan Ketiga", menyebutnya "manufactured uncertainty"; kayaknya istilah "fracture uncertainty" lebih menarik? Istilah ini akan ditulis dalam satu judul), berisiko tinggi, maka perkawinan titik-koma inilah yang merupakan harapan bagi satu atau beberapa 'kalimat' untuk bisa menamai suatu tema yang kompleks, berjenjang, ataupun hierarkis.  Perkawinan titik-koma inilah yang sebenarnya melahirkan 'survival' manusia dari era ke era, setelah ditandai oleh 'kawin' dan 'cerai' di beberapa era.  Kenapa 'koma' begitu istimewa, sehingga ketika ditanya oleh 'titik' dalam dikebingungannya dan kapasitas ketidakpastiannya dalam membahas kalimat 'perubahan':  "jadi dimana posisi saya?" yang dijawab oleh 'koma':  "ikutlah dengan saya, jangan tanya terminal; karena engkau adalah tandem-ku, pasanganku, dan tanpa engkau saya tidak ada apa-apanya..".  Siapa, kalau begitu hebat perannya, 'koma' itu sebenarnya?  "Nai-ko 'koma'?" kata anak-anak di warkop.



(Bersambung)
Riad /07-04-2012


You may also like